Senin, 28 Juni 2010

BELAJAR DALAM STANDAR PROSES PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.
Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, balk pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester.
Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.











BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Mengajar

1. Mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran
Kata ‘teach’ atau mengajar berasal dari bahasa inggris kuno, yaitu taecan. Kata ini berasal dari bahasa Jerman kuno (Old Teutenic), taikjan, yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan. Kata tersebut juga di temukan dalam bahasa sangsekerta, dic, yang dalam bahasa jerman kuno dikenal dengan diek. Istilah mengajar (teach) juga berhubungan dengan token yang berarti tanda atau simbol. Kata token juga berasal dari bahasa jerman kuno, taikom, yaitu pengetahuan dari taikjan. Dalam bahasa inggris kuno taecan berarti to teach (mengajar).
Secara descriptif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap sebagai proses mentransfer ilmu dalam kontek ini mentransfer tidak diartikan sebagai memindahkan, seperti misalnya menstransfer uang. Kata mentransfer dalam kontek ini diartikan sebagai proses menyebarluaskan, seperti memindahkan api.
Sebagai proses menyampaikan atau menanamkan ilmi pengetahuan, maka mengajar mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
a. Proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered).
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peranan yang sangat penting. Guru menentukan segalanya. Oleh karena itu pentingnya peran guru sehingga belajar berlangsung jika ada guru saja. Sehubungan dengan itu ada tiga peran utama yang harus dilakukan guru, yaitu guru sebagai perencana, sebagai penyampai informasi, da guru sebagai evaluator.
b. Siswa sebagai obyek belajar.
Konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran menempatkan siswa sebagai objek yang harus menguasai materi pelajaran. Mereka dianggap sebagai organisme pasif yang belum mengerti apa-apa atau belum memahami sehingga mereka dituntut memahami segala sesuatu yang diberikan oleh guru.
c. Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu.
Proses pengajaran berlangsung pada tempat tertentu, misalnya terjadi di dalam kelas dengan pernjadwalan yang ketat, sehingga siswa hanya belajar manakala ada kelas yang yang telah didesain sedemikian rupa sebagai tempat belajar.
d. Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran.
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Oleh karena itu kriteria keberhasilan ditentukan oleh penguasaan materi pelajaran, maka alat evalusai yang digunakan biasanya adalah tes hasil belajar tertulis. Yang dilaksanakan secara periodik.

2. Mengajar Sebagai Proses Mengatur Lingkungan
Pandangan lain mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan dengan harapan agar siswa belajar. Dalam konsep ini yang penting adalah belajarnya siswa. Dengan demikian yang penting dalam mengajar adalah proses perubahan tingkah laku. Walaupun mengajar Cuma dalam waktu beberapa menit saja, namun dari waktu yang singkat itu membuat sibuk melakukan proses belajar, itu sudah dikatan mengajar.
Terdapat beberapa karakteristik dari konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan lingkungan itu.
a. Mengajar berpusat pada siswa ( student centered)
Mengajar tidak ditentukan oleh selera guru, tapi sangat ditentukan oleh siswa itu sendiri. Jadi bukan hanya guru yang menentukan tapi siswa juga ikut berperan. Siswa tidak dianggap sebagai obyek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subyek yang belajar sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimilikinya.
b. Siswa sebagai subyek belajar
dalam konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan, siswa tidak dianggap sebagai organisme yang pasif yang hanya sebagai penerima informasi, akan dipandang sebagai organisme yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang. Mereka adalah individu yang memiliki kemampuan dan potensi.
c. Proses pembelajaran berlangsung di mana saja
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi dimana saja. Kelas bukan satu-satunya tempat belajar. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar yang sesuai dengan kebutuhan materi.
d. Pembelajaran Berorientasi pada pencapaian tujuan
tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai siswa dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri.

B. Perlunya Perubahan Paradigma Tentang Mengajar
Pandangan mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan itu, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan.
Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, tetapi mereka adalah organisme yang sedang berkembang. Agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya. Guru bukan saja dituntut untuk lebih aktif mencari informasi yang dibutuhkan. Akaan tetapi ia juga harus mampu menyeleksi berbagai informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan mereka.
Kedua, ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Pada dasarnya belajar tak sekedar menghafal informasi, menghafal rumus-rumus, tetapi bagaimana menggunakan informasi dan pengetahuan itu untuk mengasah kemampuan berfikir.
Ketiga, penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah laku manusia. Oleh karena itu proses pendidikan bukan lagi memberikan stimulus, akan tetapi usaha mengembangkan potensi yang dimiliki.
Ketiga hal di atas, menurut perubahan makna dalam mengajar. Mengajar jangan diartikan sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikanya.
C. Makna mengajar dalam Standar Proses Pendidikan
Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Dalam konteks pembelajaran, sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Makna pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan ditunjukan oleh beberapa ciri:
1. Pembelajaran adalah proses berfikir
Belajar adalah proses berfikir. Belajar berfikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Asumsi yang mendasari pembelajaran berpikir adalah bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya.
Menurut Bettencourt (1985) mengajar dalam pembelajaran berpikir adalah berpartisipasi dengan sisswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
2. Proses pembelajaran adalah memanfaatkan Potensi Otak
Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Menurut beberapa ahli, otak manusia terdiri dari dua bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri. Masing-masing belahan memiliki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu.
3. Pembelajaran Berlangsung Sepanjang Hayat
a. Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas.
b. Prinsip belajar sepanjang hayat yang telah dikemukakan di atas sejalan dengan empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan UNESCO (1996), yaitu: (1) learning to know, yang beratrti juga learning to learn; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning to live together.
1) Learning to know juga bermakna learning to think atau belajar berpikir, sebab setiap individu akan terus belajar manakala dalam dirinya tumbuh kemampuan dan kemauan untuk berpikir.
2) Learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan,tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global.
3) Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya sendiri”.
4) Learning to live together adalah belajar untuk bekerja sama.

1 komentar: